Sejumlah desa di Kabupaten Garut memilih menolak bantuan langsung tunai (BLT) pemerintah yang diberikan untuk membantu warga yang kondisi ekonominya melemah akibat pandemik Covid-19. Penolak dilakukan karena bantuan tersebut malah akan menjadi masalah di tengah masyarakat.
Bupati Garut, Rudy Gunawan mengatakan, bantuan langsung tunai yang disalurkan pemerintah sebesar Rp 600 ribu. Namun rupanya hal tersebut berpotensi terjadi konflik saat hanya sebagian orang saja yang menerimanya.
"Pasti akan ada konflik karena tidak semuanya kebagian. Sejumlah kepala desa juga sudah menyatakan tidak ingin menyalurkan BLT karena dana BLT itu karena hanya sebagian masyarakat saja yang menerimanya," ujarnya, Minggu (19/4).
Keinginan desa sendiri, alokasi bantuan langsung tunai itu dibagi rata kepada seluruh warganya. Asumsi nilainya sendiri adalah Rp 200 ribu per keluarga. Walau begitu, dia mengungkapkan, keinginan tersebut akan sulit terealisasi karena jika dipaksa dilakukan malah akan melanggar aturan. "Kita sedang memikirkan solusinya seperti bagaimana," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menyatakan, hingga saat ini ke Kabupaten Garut belum ada satu pun bantuan yang turun dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Para kepala desa, menurutnya banyak yang menolak karena kebingungan karena terus melakukan pendataan namun realisasi bantuan belum ada.
"Karena terus saja mendata tapi bantuannya tidak ada, jadinya ya seperti itu (melakukan penolakan bantuan)," sebutnya
Dari data yang dihimpunnya, ungkap Wabup, di Kabupaten Garut terdapat 450 kepala keluarga yang terdampak wabah corona.
Jumlah tersebut sendiri merupakan hasil pendataan di desa-desa. Dari jumlah tersebut, rencananya seluruhnya akan mendapatkan berbagai bantuan, mulai bantuan pangan non tunai, provinsi, kabupaten, hingga pemerintah desa.
sumber :
https://www.google.com/amp/s/m.merdeka.com/amp/peristiwa/takut-jadi-masalah-sejumlah-desa-di-garut-tolak-blt.html
Bupati Garut, Rudy Gunawan mengatakan, bantuan langsung tunai yang disalurkan pemerintah sebesar Rp 600 ribu. Namun rupanya hal tersebut berpotensi terjadi konflik saat hanya sebagian orang saja yang menerimanya.
"Pasti akan ada konflik karena tidak semuanya kebagian. Sejumlah kepala desa juga sudah menyatakan tidak ingin menyalurkan BLT karena dana BLT itu karena hanya sebagian masyarakat saja yang menerimanya," ujarnya, Minggu (19/4).
Keinginan desa sendiri, alokasi bantuan langsung tunai itu dibagi rata kepada seluruh warganya. Asumsi nilainya sendiri adalah Rp 200 ribu per keluarga. Walau begitu, dia mengungkapkan, keinginan tersebut akan sulit terealisasi karena jika dipaksa dilakukan malah akan melanggar aturan. "Kita sedang memikirkan solusinya seperti bagaimana," katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menyatakan, hingga saat ini ke Kabupaten Garut belum ada satu pun bantuan yang turun dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Para kepala desa, menurutnya banyak yang menolak karena kebingungan karena terus melakukan pendataan namun realisasi bantuan belum ada.
"Karena terus saja mendata tapi bantuannya tidak ada, jadinya ya seperti itu (melakukan penolakan bantuan)," sebutnya
Dari data yang dihimpunnya, ungkap Wabup, di Kabupaten Garut terdapat 450 kepala keluarga yang terdampak wabah corona.
Jumlah tersebut sendiri merupakan hasil pendataan di desa-desa. Dari jumlah tersebut, rencananya seluruhnya akan mendapatkan berbagai bantuan, mulai bantuan pangan non tunai, provinsi, kabupaten, hingga pemerintah desa.
sumber :
https://www.google.com/amp/s/m.merdeka.com/amp/peristiwa/takut-jadi-masalah-sejumlah-desa-di-garut-tolak-blt.html
0 Response to "Takut Jadi Masalah, Sejumlah Desa di Garut Tolak BLT"
Post a Comment